JAKARTA - Jika Januari lalu pemerintah sudah menegaskan akan memberlakukan bea masuk film impor, kebijakan itu kini telah berlaku. Para pengusaha bioskop pun tak bisa menayangkan film asing di Indonesia.
Budayawan yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop periode 2005-2008, Noorca Marendra Massardi, melalui komentarnya di Facebook mengatakan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah bukanlah tentang kenaikan pajak film impor.
“Perlu diklarifikasi, ini bukan tentang kenaikan pajak film impor, yang merupakan hak dan wewenang setiap negara dan Amerika Serikat khususnya, tidak bisa menolak. Karena berapapun jumlahnya nanti, akan ditanggung oleh rakyat Indonesia sendiri,” ungkapnya, Jumat (18/2/2011).
Menurutnya, pemberlakuan aturan ini hanyalah sebuah penafsiran baru dari Direktorat Bea Cukai atas undang-undang tentang bea masuk yang lama dan mulai diberlakukan per Januari 2011.
“Yakni bea masuk untuk hak distribusi, yang tidak lazim dan tidak pernah ada dalam praktik bisnis film di seluruh dunia,” ketusnya.
Kabarnya film True Grit dan Black Swan yang sebelumnya telah masuk dengan pemberlakuan bea sebelumnya pun, terancam tidak akan naik ke layar lebar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Perpajakan yang membidangi PPN, Suryo Utomo, mengatakan berkaitan dengan masalah PPN dalam rangka pemasukan film impor, maka terdapat masukan beberapa pihak untuk film impor dikenakan pajak dan bea masuk. Lebih lanjut, Suryo menyebutkan, jika pajak yang nantinya akan dikenakan sekira USD0,43 per meter yang berlaku untuk semua jenis film.
Selain itu dia menjelaskan akan ada dua aspek yang akan menjadi patokan dalam pemberian pajak tersebut. Yakni bea masuk saat impor dan royalti atas hak yang ditunjuk untuk pengedaran film tersebut.
Lebih lanjut, dalam pembayaran royalti itu pun akan diterapkan dua cara,PPH 26 pajak luar negeri, dan PPN atas barang kena pajak. Sedangkan menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, pemberian pajak ini dilakukan agar terjadi hal yang kompetitif dalam persaingan di industri perfilman.(nov)
Budayawan yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop periode 2005-2008, Noorca Marendra Massardi, melalui komentarnya di Facebook mengatakan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah bukanlah tentang kenaikan pajak film impor.
“Perlu diklarifikasi, ini bukan tentang kenaikan pajak film impor, yang merupakan hak dan wewenang setiap negara dan Amerika Serikat khususnya, tidak bisa menolak. Karena berapapun jumlahnya nanti, akan ditanggung oleh rakyat Indonesia sendiri,” ungkapnya, Jumat (18/2/2011).
Menurutnya, pemberlakuan aturan ini hanyalah sebuah penafsiran baru dari Direktorat Bea Cukai atas undang-undang tentang bea masuk yang lama dan mulai diberlakukan per Januari 2011.
“Yakni bea masuk untuk hak distribusi, yang tidak lazim dan tidak pernah ada dalam praktik bisnis film di seluruh dunia,” ketusnya.
Kabarnya film True Grit dan Black Swan yang sebelumnya telah masuk dengan pemberlakuan bea sebelumnya pun, terancam tidak akan naik ke layar lebar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Perpajakan yang membidangi PPN, Suryo Utomo, mengatakan berkaitan dengan masalah PPN dalam rangka pemasukan film impor, maka terdapat masukan beberapa pihak untuk film impor dikenakan pajak dan bea masuk. Lebih lanjut, Suryo menyebutkan, jika pajak yang nantinya akan dikenakan sekira USD0,43 per meter yang berlaku untuk semua jenis film.
Selain itu dia menjelaskan akan ada dua aspek yang akan menjadi patokan dalam pemberian pajak tersebut. Yakni bea masuk saat impor dan royalti atas hak yang ditunjuk untuk pengedaran film tersebut.
Lebih lanjut, dalam pembayaran royalti itu pun akan diterapkan dua cara,PPH 26 pajak luar negeri, dan PPN atas barang kena pajak. Sedangkan menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, pemberian pajak ini dilakukan agar terjadi hal yang kompetitif dalam persaingan di industri perfilman.(nov)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar